Selasa, 11 Februari 2014

GEMBEL NAIK KELAS



Oleh : Haryono K. Putra

Sinema Pinggiran kali ini mendapat tantangan terberat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir.  Semenjak pertama kali kami membuat video klip di awal tahun 2010, baru beberapa hari yang  lalu kami menyelesaikan proses pembuatan video klip bersama Steven Jam. Untuk saya  pribadi, menilai kesempatan ini sebagai upaya naik kelas yang tidak gampang karena  tantangan datang untuk semua departemen, bagaimana tim produksi mengendalikan aliran  bujet yang cukup besar dari pihak Steven Jam, serta melakukan 'deal' dengan harga terbaik meski harus mengiyakan permintaan dari Steven Jam untuk menggarap 2 video sekaligus dalam 1 hari, dan bagaimana tim penyutradaraan harus  dibagi menjadi dua untuk mengeksekusi 2 video klip tersebut. Lalu dari tim artistik harus menyiapkan efek hujan (yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya) sekaligus wardrobe  dan properti yang serba biru untuk menunjang konsep selective color. Tim kamera pun  mendapat tantangan yang tidak kalah berat, kami menggunakan kamera yang belum pernah kami  gunakan sebelumnya. Kamera yang menuntut saya untuk menggali lebih dalam tentang fitur- fitur yang dimiliki, kamera tersebut kondang dengan julukan RED EPIC. Kamera tersebut juga memaksa sang editor harus paham benar dengan workflow yang sangat tidak biasa. Bagaimana  mereka harus mengolah data RAW yang dihasilkan kamera tersebut dan pencarian perangkat  editing yang nampaknya menuntut spesifikasi tinggi (maklum, laptop tercanggih yang kami  punya pun nampak lemah menghadapi data RAW dari kamera RED EPIC).

Proses pra produksi penuh dengan keluh kesah setiap individu dan pasang surut semangat  kerap terjadi. Beberapa kali kata - kata "mundur", "cancel", "ga usah aja apa ya", "gue udah perjuangin ini", "gue belum siap", dan lain lain sering terucap. Namun satu sama lain mencoba memahami kegalauan masing-masing. Saya juga sempat ragu, bagaimana tidak, kamera yang saya gunakan nanti bukan kamera biasa. Alhasil, saya mulai perlahan dengan membuka website RED.COM. Berhari - hari  saya habiskan waktu duduk di depan laptop untuk membaca dan menonton tutorial mengenai  kamera tersebut. Saya sempat merasa bahwa ini mungkin belum waktunya mengoperasikan  kamera RED, namun Christiantoni (Toni) terus memberi saya semangat agar terus  memanfaatkan kesempatan emas ini. Sembari belajar tentang kamera tersebut, saya mulai  mencari siapa assisten kamera yang tepat untuk mendampingi saya, terlebih lagi, saya juga  membutuhkan satu orang sinematografer lagi untuk video klip tambahan dari mereka yang berjudul "Gak Pake  Benci". Karena saya dari awal sudah di percaya oleh Toni untuk bertanggung jawab di video  klip "Suatu Saat Nanti". Akhirnya saya tunjuk Hendrik, dan ia pun mengiyakan. Seiring  berjalannya waktu, akhirnya konsep dari Toni sudah semakin matang. Dan saya sempat  berdialog mengenai kamera RED dan bagaimana konsep visual yang ingin dibangun dengan Gaffer saya, Fajar Ridho, (Sebelumnya kami pernah berkolaborasi di salah  satu Tugas Akhir yang berjudul 'Soemarto, dan saya puas dengan apa yang ia kerjakan  disana) ia saya nilai cukup matang dalam segi teknis dan konsep. Dan saya yakin, kali ini  ia akan memberikan yang terbaik untuk video klip ini.
Nampaknya semesta mendukung apa yang ingin dilakukan Sinema Pinggiran, satu persatu bala bantuan datang, dari tim produksi yang di gawangi oleh si gondrong Alan Soebakir, si jangkung Rison Risdiantoro, dan si cepak Josua, datang perempuan - perempuan seperti Ratih, Nova dan Vinsky. Dari departemen penyutradaraan pun dibantu oleh 2 assisten sutradara muda berbakat seperti M. Ghifar (untuk video klip "Gak Pake Benci") dan Efi Sri Handayani (untuk video klip "Suatu Saat Nanti"). Departemen artistik yang di bentengi oleh si brewok berbadan gemuk, Alfirazi (Vera) ada Jawa, Apit, Hugo, Tania, Intan, dan Nagra untuk membantu dia. Divisi kamera pun di isi oleh Hendrik, Toger, Fajar, Ken, Jempol, Ojil, dan Petir. Tahapan Recce di mulai, Epicentrum sudah berhasil di kunci cuma-cuma oleh Josua. Kehadiran banyak orang baru menurut saya sangat membantu Sinema Pinggiran dari segi teknis, maklum selama ini kami jarang mengindahkan tahapan produksi yang baik dan benar. Recce di epicentrum mengalami kendala karena satpam nampak resah melihat kehadiran kami disana. 60% shot sudah berhasil kami rancang. Namun, beberapa hari kemudian (kalau tidak salah H-5) kami dikejutkan dengan Epicentrum yang mengirim pricelist sewa lokasi. Kami panik dan mulai rapat dengan situasi yang panas. Petak Sembilan, Kota Tua dan Rooftop Parkir Menteng menjadi solusi. Namun semuanya berakhir nihil. Karena masing - masing lokasi membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk mengondisikannya. Alhasil, Toni memutuskan sekaligus berhasil mengunci penuh lokasi Junkyard di daerah TB Simatupang. H-2, kami recce...
Menjelang syuting, kendala datang bertubi - tubi. Dari divisi kamera, saya kehilangan Hendrik yang baru saja tertimpa musibah. Namun saya berusaha meyakinkan diri, bahwa ini semua harus diselesaikan dengan kemampuan terbaik yang dimiliki divisi kamera. Hingga pada hari H, Toger menggantikan posisi Hendrik untuk menjadi chief di video klip "Gak Pake Benci".
Hari H. Kamera datang pada pukul 7.00. Lokasi pertama di Teater Kecil, TIM. Semua berjalan dengan lancar. Prosedur yang saya pelajari selama masa pra produksi nampaknya dapat saya aplikasikan dengan cukup baik. Sebenarnya saya cukup kesal dengan Tian Nugroho (Buluk), selaku Director di video klip "Gak Pake Benci", karena banyak konsep yang sebelumnya pun belum sempat di rapatkan, tiba - tiba saja ingin ia ciptakan. Seperti tiba - tiba saja ada penggunaan lampu untuk scene kamar dan pemakaian lokasi baru yang sebelumnya belum pernah ia bicarakan. Namun saya tidak ingin berkeluh kesah di hari H. Satu hal yang membuat saya resah karena monitor untuk follow focus tidak menyala, alhasil Pak Marcio (pemilik Red Epic) datang ke lokasi untuk memberi solusi. Untung saja talent pria bernama Butet cukup menghibur dengan aktingnya yang kocak. Lumayan lah yaa.. Syuting selesai lumayan molor, pukul 17.00 kita pindah lokasi ke TB Simatupang. Dan itu, jam macet jalur menuju lokasi.
Sekitar pukul 19.00 saya beserta Toger dan pengawal alat sampai di lokasi. Fajar dan anak buahnya sudah men-set lampu sesuai dengan apa yang didiskusikan diawal. Ya, ini yang saya suka dari gaffer muda ini, ia selalu memiliki inisiatif secara efisien dari segi teknis untuk mencapai visual yang ingin di bangun. Kamera mulai di set diatas porta jib untuk pengambilan high angle. Vera mulai mengomandani anak buahnya untuk menyiapkan selang dan Fajar melakukan koreksi seperlunya. Suasana untuk pengambilan shot pertama begitu tegang. Bagaimana tidak, dengan type of shot lebar sesuai permintaan Toni, efek hujan tidak berhasil menciptakan logika hujan di dalam frame. Akhirnya kami mencoba menyesuaikan dengan keadaan yang ada dengan mengambil keputusan semua shot dengan efek hujan harus dengan type of shot yang sempit.
Syuting sempat tersendat dikarenakan tangki air harus di isi ulang. Hal tersebut memberi waktu luang untuk Toni dan Efi (nampaknya kolaborasi mereka saya nilai cukup brilian) mencari solusi tepat untuk mengatasi sisa waktu yang sudah tidak banyak. Alhamdulillah syuting kembali berjalan. Konsep kami berlarian dengan waktu yang sudah semakin cepat berjalan. Satu per satu shot diselesaikan dengan cukup baik. Wrap !!! Pada pukul 05.00.
Syuting selesai, mentari terbit dan diluar sana macet nampak menggila. Saatnya kami pulang untuk beristirahat. Semoga hari itu adalah momentum bagi kami semua agar terus melangkahkan kaki menembus batas, tanpa kenal lelah, tanpa kenal kata gagal. Itulah Sinema Pinggiran, bila ada kesempatan untuk bertaruh dengan nasib, kami selalu mengatakan "Iya". Setidaknya hari itu Sinema Pinggiran yang terlahir di pinggiran, sempat mencium epicnya aroma syutingan epic bersama kamera epic.

1 komentar: