Dari Dilemma hingga Euphoria
Oleh teza "News Musik"
Showcase Obsesif Visual Kompulsif #2 akhirnya berhasil terselenggara dengan sangat kondusif, bertempat di Borneo Beerhouse, Kemang, Jakarta Selatan. Perhelatan yang berlangsung selama dua hari (6-7 Oktober) ini, menghadirkan beragam band-band cutting edge lokal, terutama yang klip musiknya pernah digarap oleh Sinema Pinggiran atau Sineping. Visi misi acara tersebut menjadi sebuah silaturahmi erat antara para kreator seni audio visual dengan para talenta-talenta musik, sekaligus merayakan hari jadi Sineping yang kini menginjak tahun ke- 4 perjalanan.
Allan Soebakir, selaku penggagas utama Obsesif Visual Kompulsif #2, sempat mengalami beberapa problematik sebelum acara tersebut berlangsung. Dengan latar minimnya finansial, dengan nada pesimis dirinya mengatakan bahwa pesta kedua Sineping ini agaknya akan kurang gereget. Jika melihat dari line-up band terutama bila dibandingkan dengan tahun lalu yang sukses menyedot sedikitnya 1.000 pengunjung.
Salah satu dilematik yang cukup dipusingkannya adalah tidak bisa memberi komisi jasa manggung bahkan ongkos transport sekalipun bagi band-band yang nantinya akan tampil di OVK#2. Dia berterus terang soal minimnya anggaran di tahun ini, tetapi yang diinginkannya OVK harus tetap berjalan sesuai rencana awal.
Lalu ia pun terfikir untuk mengalihkan dengan menyuguhkan minuman dari bar. Khusus bagi para talent yang tampil nantinya akan mendapat perjamuan minuman sebagai jasa pengganti. Beruntungnya, pihak Borneo Beerhouse tidak meminta bayaran sepeserpun untuk jasa sewa tempat, selama 2 hari penyelenggaraan acara.
Strategi berikutnya adalah ia tidak mau terulang tekor lagi seperti tahun lalu, utangnya kepada pihak bar menumpuk hingga jutaan rupiah. Sutradara berumur 27 tahun ini memilih jalan alternatif dengan berjualan merchandise seperti t-shirt dan lainnya untuk menutupi kemungkinan adanya defisit yang kemungkinan bakal terjadi.
Foto-foto Teza
Namun, Allan tetap bersikukuh dengan bobot Free Entry. Baginya, Obsesif Visual Kompulsif itu bukanlah sekedar acara biasa. Ini bisa menjadi suatu wadah pesta tahunan dengan teman, temu kangen hingga sarang interaksinya para musisi yang pernah digarap Sineping dengan para penikmat musik.
Borneo Beerhouse sendiri merupakan sebuah bar musik yang terletak di lantai 2, dengan design minimalis cukup menampung sekitar 500 orang. Tidak ada tata efek spesial lampu canggih hingga sound bombastis didalamnya. Namun, crowdpenonton yang sangat rapat dengan panggung utama selebar 2x7 meter. Memberikan esensi kepada tempat ini lebih sarat emosional. Terutama bagi kedua pihak yang akan terlibat interaksi langsung lewat medio musik.
Hari pertama terlihat cukup banyak pengunjung yang datang dengan atribut punk dan reggae. 6 Oktober 2015, OVK#2, resmi dibuka oleh penampilan SK dan Trio Lekso atau sebuah grup musik glam rock yang memiliki lagu andalan berjudul ‘Macan Kampus’. Setelahnya Pijar, 4 anak muda yang memiliki spirit untuk bermusik. Pijar membawakan beberapa lagu sendiri, sekilas bisa mengingatkan pendengar dengan ciri khas sound-sound nya The Cure dan The Strokes.
Berikutnya, The Stockers keluar dan menampilkan pola agresivitas musik Punk - Rock N’ Roll. Penonton pun mulai terpancing dan merapat ke depan panggung utama yang memanas dengan musik tempo cepat. Sajian enerji Trio Stockers, Jaws (vocal, gitar) mengenakan celana macan tutul andalannya, beberapa kali ia memamerkan aksi permainan gitar dan terlibat interaksi yang cukup baik dengan penonton. Mereka telah memiliki beberapa lagu hit yang lekat di telinga komunitasnya, seperti ‘Kenyataan Bagai Belati’ dan ‘Hidup Dalam Teror Waktu’.
Scene alunan Reggae dan Ska dibuka oleh Highmoon. Band dengan 8 personel ini berasal dari Jakarta Timur dan baru saja merilis album debutnya. Selain membawakan lagu buatan sendiri, mereka juga melantunkan hits ska legendaris seperti ‘You Wondering Now’ hingga ‘Monkey Man’. Shore merupakan band Nu Jamaican Sound yang mayoritas punggawanya berasal dari Unsada, Jakarta Timur. Lewat album kedua yang baru dirilis belum lama ini, mereka mencoba bangkit kembali dari tidur panjangnya setelah 6 tahun vakum membuat karya album.
D’Jenks membuktikan kapasitas terbaik di panggung. Lewat bahasa universal musik, Dome cs bisa menggandeng sekaligus komunitas punk dengan komunitas reggae. Malam itu mereka turun dengan formasi komplit dan membawakan sejumlah tracks andalannya ‘Kala Musik Bergema’ dan ‘Prison Blues’. Alhasil, sempat membuat pecah kerumunan yang semakin memenuhi lantai 2 Borneo Beerhouse.
Ada kejadian unik juga, saat Ghebois menjadi pemain drum dadakan, sementara Utha (drummer) memainkan gitar dengan gonjrengan Punk. D’jenks mengajakflashback penontonnya juga di hits ’I Fought The Law’ dari The Clash’ hingga ‘Time Bomb’ dan ‘Ruby Soho’ milik Rancid. Tiba di penghujung acara, malam pertama OVK#2 ditutup oleh penampilan SpeakUp feat. Reno Pratama.
Persoalan yang sangat dikhawatirkan oleh Allan terjadi juga. Hari pertama, ia menumpuk hutang sebesar 1,2 juta rupiah dengan pihak Bar. But the party must go on... di showcase hari kedua ini, saat melihat Allan terpajanglah tatap mata pias dan menahan banyak beban pikiran. Siasat penjualan merchandise menjadi prioritas utama. Bagaimanapun caranya, harus bisa menutup segala kemungkinan defisit kerugian itu.
Foto-foto Teza
OVK#2 hari kedua dibuka ole Lyzard yang musiknya mengingatkan dengan sekilas mirip Rage Againts The Machine. Lalu, dilanjutkan dengan scene Metal, Hardcore saat melihat performa Shuzzon. Band itu tampil dengan 3 vokalis, dengan masing-masing rupawan yang unik. Salah satunya ada bernyanyi sambil menggunakan baju scuba diving. Mereka melantunkan lagu teatrikal dengan lirik di bolak-balik seperti ‘Tek Tok’, ‘Doremifasolasido’, ‘Habis Gelap Tak Terbit Terang’.
Perlu menunggu waktu 15 menit dalam kondisi panggung utama menjadi sepi total. Dan crowd mulai terlihat hidup kembali sejak si pembawa ‘Angsa Berbisa’ turun dari lantai 3. Barbars merupakan sebuah band yang bereksperimental rock, mempertemukan personil Seek Six Sick dan Pestol Aer. Di lagu ‘Glorious Brain’ mereka bekerjasama dengan Sinema Pinggiran dalam hal pembuatan clip musik. 6 personelnya itu berhasil bertanggungjawab dengan kembali memanaskan atmosfer Borneo. Salah satunya saat memainkan ‘I Wanna Be Your Dog’ milik The Stooges, hingga menutup perjumpaan dengan memainkan ‘Homo Homini Lupus’.
Harum wawangian dupa mulai menyerang indera penciuman dan memenuhi seisi ruangan Borneo. Lalu, sebagian dari penonton yang tadinya berdiri, memilih duduk silah, terutama ketika MC mulai memanggil Ramayana Soul menjadi penampil berikutnya. Adem ayem, mendengar kolaborasi yang cukup baik perpaduan suara gitar dengan sitar, menyatu dalam ‘Jaya Raga Jiwa’.
Penjiwaan pada nada semakin dalam, karakter vokal Ivon pun terdengar makin pulen dan mulai mendesah, di ‘Dimensi Dejavu’. Sebuah track yang mengandung unsur psychedelic rock. Gobd dan Bimo menjaga tempo irama dengan sangat stabil, bass dan drum nya adalah kunci utama sentuhan magis di lagu ini. Sementara Angga, cukup leluasa bergerak tanpa sitar dan bermain keyboard. Nada teriak pada bait reffrain, terlihat seperti berontak dari sunahnya musik psychedelic yang ternyata tidak melulu harus mengawang. Wawan (gitar) nampak makin intim dengan Fender nya dan set up Efek gitar yang dia bawa, malam itu cukup mengingatkan jika dia menemukan soul permainan yang mirip dengan John Frusciante. Setelah membawakan ‘Perlahan Terjatuh’, Ramayana Soul lalu menutup perjumpaan dengan membawakan 2 lagu lain, lagu yang tidak terdapat di album anyarnya yang baru dirilis beberapa waktu lalu.
Adrian Adioetomo tampil seperti biasa dengan fashion khasnya yakni memakai kutang putih, jeans hitam, sepatu koboy. Performanya sangat aman walau hanya berteman dengan sang Dobro kesayangan, memainkan poros musik Delta Blues. Dengan kelihaian tangan plus slide guitar, ia mampu mempesona, sampai-sampai penonton mengeroyoknya microphone di depan dance floor.
Keduanya, terlihat terlibat emosi yang cukup baik. Adrian Adioetomo menyampaikan esensi delta blues dan maksud musiknya dari tracklist yang dibawakan, seperti: ‘Gadis Gerilya’, ‘Telegram’, ‘Lepaskan Anjingmu’, ‘Sekujur Tak Peduli’, ‘Berapa Harganya’, ‘Pride’, ‘Takkan Ada Lagi Penindasan’, ‘Terlalu Mabuk’, ‘Pemberontak Terakhir’.
Foto-foto Teza
Tibalah di penghujung acara, saat itu jam telah menunjukkan lewat dari pukul 11 malam, atau sudah masuk Kamis dinihari. Ada sebuah band lagi yang akan menampilkan scene Rock N’ Roll, Boogie Woggie Night yakni Borock N’ Roll. Tidak menunggu waktu lama, unit Rockabilly asal Jakarta Timur itu langsung tancap gas dengan ‘Slow Independience Day’. Raungan Harmonika yang dimainkan Catur (gitaris) mampu membangkitkan lagi adrenallin penonton untuk masuk menikmati musik dansa era tahun 50an.
Sinerji musik antara Alkin (vocal), Toinx (gitar), Catur (gitar) Kumis (contra bass), Rangga (organ) dan Puput (drum) semakin menjadi-jadi saat membawakan lagu legendaris Blue Shoed Shoes. Lalu, penonton yang sudah telanjur euphoria itu, meneriaki mereka berkali-kali untuk sesegera membawakan ‘Ring Of Fire’ milik Johnny Cash. Hal ini pun disanggupi dengan performa yang cukup apik, hingga Borock N’ Roll menutup showcase Obsesif Visual Kompulsif #2 lewat ‘Dansa dan Bercinta’, sebuah lagu baru yang bakalan keluar di album ‘Rock For Mother Town’ dan akan dirilis dalam waktu dekat ini.
Obsesif Visual Kompulsif #2 mampu menyedot sedikitnya 400 pengunjung, dengan mayoritas skala usia rata-rata berkisar antara, umur 17 hingga 35 tahun. Pesta ulang tahun ini berlangsung cukup kondusif, tanpa menuai suatu kericuhan. Tentu sangat layak jika diteruskan untuk kali ketiga, mengingat tren positif dari musisi yang hadir merupakan grup musik cutting edge lokal dengan beragam warna musiknya.
Bagaimana, jika Obsesif Visual Kompulsif #3, selanjutnya akan diadakan di luar Jakarta? Selain melibatkan banyak band, nantinya para kreator seni dan musisi-musisi dapat menciptakan sebuah ide baru dan membuat pasar musik sendiri. See you next year.. good people./ Teza